Lunturnya Jati Diri Ke-Indonesia-an

Kamis, 26 April 2012

Share this history on :
Oleh ARDIAN EKA PUTRA *)

Kesadaran nasional merupakan hal penting untuk membangun jati diri bangsa. Pada gilirannya hal itu akan membangun  kebangsaan sebagai bagian dari harga diri (kolektif). Wawasan nasional Indonesia berkembang dalam dinamika sejarah yang amat panjang. Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara  alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional.  Pada tahap ini suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang selanjutnya mampu membangun semangat kebangsaan  atau semangat patriotisme.
Jati diri ke-Indonesia-an merupakan hal yang vital.  Terlebih jati diri bangsa Indonesia sebenarnya lahir dan terbentuk melalui proses sejarah yang cukup panjang, sejak zaman neolitikum, zaman Hindu Budha, era perkembangan kerajaan-kerajaan Islam, sampai kemudian datangnya bangsa asing yang menguasai masyarakat/bangsa di wilayah kepulauan nusantara ini. Pada periode-periode itu, beratus-ratus tahun lamanya, masyarakat telah membangun kehidupan atas dasar spiritualisme, kegotongroyongan, musyawarah untuk mufakat, toleransi, saling menghargai dan tolong menolong antarsesama, ditambah etos juang yang tinggi melalui berbagai perlawanan untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa, dan ini terus berlanjut pada masa pergerakan nasional.
Kini jati diri akan ke-Indonesia-an, secara terus menerus mulai mengendur di kalangan golongan terpelajar. Kecintaan akan lagu kebangsaan, bahasa, simbol negara, dan lambang negara memudar seiring berkembangnya zaman. Ini dibuktikan dengan banyaknya pelajar yang tidak hafal akan sila-sila yang terbingkai dalam Pancasila. Kebanggaan terhadap lagu-lagu di era modern juga menandakan hilangnya rasa patriotism di kalangan pelajar.
Era globalisasi yang ditandai dengan berbagai identitasnya, menuntut bangsa Indonesia harus memiliki visi prospektif dan  pandangan hidup yang kuat agar tidak didekte dan diombang-ambingkan oleh kekuatan asing. Semangat kebangsaan sebagian remaja/pemuda Indonesia turun tajam dan di mata masyarakat internasional seperti telah kehilangan karakter yang selama beratus-ratus tahun, bahkan berabad-abad dibangun. Pancasila yang merupakan dasar negara dan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menjadi tidak aplikatif.  Nilai-nilai Pancasila yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia menjadi terabaikan. Lambang atau simbol-simbol kenegaraan yang sebenarnya menjadi instrumen penting untuk menumbuhkan kecerdasan emosional, mempertajam nurani, mengembangkan motivasi dan semangat, serta menggerakkan rasa cinta kepada tanah air menjadi terlupakan.
Mari renungkan persoalan tersebut, kita jawab dan kita sikapi dengan sepenuh hati, kemudian melakukan langkah-langkah yang konstruktif. Sebab, terlepas dari itu semua, kehidupan kita sebagai bangsa terasa mengalami dan menghadapi masalah kebangsaan yang akut. Lihat saja bagaimana perilaku sebagian remaja dan pelajar, serta masyarakat yang cenderung tidak sabar, anarkis, semau gue, wakil rakyat yang tidak tertib, pemimpin yang tidak cukup menjadi teladan, nasionalisme yang mulai luntur, korupsi yang terus meraja lela, dan seterusnya. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagian masyarakat kita terlanda tragedi akhlak (Media Indonesia 11 Juli, 2010: 1).
Oleh karena itu, dalam pengembangan kehidupan masyarakat pada masa reformasi dewasa ini, harus mengangkat nilai-nilai Pancasila sebagai landasan hidup bermasyarakat. Dalam prinsip etika Pancasila, pada hakikatnya bersifat humanistic. Artinya, nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
Kreativitas para pemuda sangatlah dibutuhkan untuk memupuk kembali jati diri ke-Indonesia-an yang mulai terdegradasi. Jadikanlah generasi muda kita mencintai lagu-lagu kebangsaan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme. Banyak yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta dan senang, misalnya dengan mengubah genre lagu-lagu kebangsaan, tanpa merubah liriknya. Juga tak salah jika memanfaatkan dan mengolah ulang apa yang telah ada untuk menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Mulailah bersama-sama meraih mimpi dan mencoba mewujudkannya.

*) ARDIAN EKA PUTRA, Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa)
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 komentar:

Posting Komentar