Oleh GIRI PRAMUDYA*)
Pendidikan adalah suatu usaha pembudayaan yang berlangsung seumur hidup, baik bersifat formal maupun nonformal, baik yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, lingkungan lembaga pendidikan, maupun lingkungan masyarakat. Ini berarti sikap dan perilaku among tidak hanya diharapkan dari mereka yang berprofesi sebagai pendidik atau pembina, akan tetapi juga dari masyarakat, pejabat negara, pemuka masyarakat, dan orang tua.
Apabila aspek sikap mental seseorang sudah terbina dan terbentuk dengan baik, aspek-aspek kehidupan lain yang dibutuhkan seseorang akan mengikuti. Termasuk tugas pendidikan untuk ikut mencerdaskan bangsa sebagaimana yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 akan dengan mudah dapat dicapai. Namun sebaliknya, apabila sikap mental anak bangsa tidak terbentuk dengan baik, bangsa yang cerdas sulit terwujud atau apabila kecerdasan dapat diwujudkan tidak dapat dipakai untuk membentuk sistim kehidupan atau budaya masyarakat dan bangsa yang kokoh dan maju.
Sejak lama sebenarnya kita sering mendengar perlunya pendidikan sikap mental atau watak. Bahkan dalam kumpulan surat ibu Kartini yang dibukukan dengan judul ”Door Duisternis Tot Licht” menunjukkan bahwa hampir setiap tulisannya penuh dengan kata-kata perlunya pembentukan dan pengembangan watak di atas “pendidikan otak” karena di dalam pembentukan watak, Kartini yakin manusia akan lebih mampu untuk berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) tidak tergantung dari kerabat dan/atau dari siapapun. Berkali-kali ditekankan perlunya kepercayaan pada diri sendiri.
Para praktisi pendidikan harus segera mengevaluasi hasil proses belajar yang selama ini diterapkan di sekolah. Apakah telah mengintegrasikan pembentukan dan pengembangan watak sebagaimana gagasan Kartini? Ataukah masih berorientasi pada materi semata? Jika kenyataannya pembelajaran di sekolah masih beriorientasi pada materi semata dan mengabaikan pembentukan watak peserta didik, wajar jika saat ini kita temui kenyataan bahwa generasi muda kita jauh dari berkarakter. Itu berarti dunia pendidikan harus segera berbenah. Pembelajaran di sekolah tak lagi sekadar wadah mengembangkan kemampuan interaktual yang semata-mata beriorientasi materi, tetapi lebih dari itu, pembelajaran harus pula dimanfaatkan sebagai upaya pembentukan watak atau karakter peserta didik.
Pun pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi, serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.
Proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas saat ini, masih dominan menggunakan metode konvensional yang berpusat pada guru. Metode tersebut diakui berhasil dalam kompetensi menghafal sejumlah informasi, tapi gagal dalam menyiapkan siswa memiliki kemampuan kritis, apresiatif, kreatif, dan inovatif untuk mampu bersaing dan hidup kompetitif.
Hasil penelitian yang dilakukan selama 25 tahun terakhir tentang otak manusia, menunjukkan bahwa metode drill yang dilakukan berpengaruh pada berkembangnya otak ”reptil” yaitu otak yang bertanggungjawab terhadap survivel dan pertahanan diri seperti melawan. Tidak berlebihan jika kita khawatir bahwa tidak mustahil metode ini akan berpengaruh pada pola perkelahian dan anarki yang akhir-akhir ini sering ditunjukkan oleh kelompok-kelompok siswa.
Sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional yaitu “Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah,“ Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan: Insan Indonesia cerdas dan kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna), yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional dan sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis (Renstra Diknas 2005-2009).
Membangun karakter siswa SMP melalui ekspresi, estetika, inovasi memiliki peranan dalam pembentukan pribadi atau sikap mental peserta didik yang harmonis sebab mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam pembelajaran berbagai mata pelajaran memfokuskan diri pada kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial.
Kecerdasan emosional dicapai dengan beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya bangsa, serta kompetensi untuk mengekspresikannya. Sementara itu, kecerdasan sosial dicapai melalui membina dan memupuk hubungan timbal balik; demokratis; empati, dan simpati; menjunjung tinggi hak asasi manusia; ceria dan percaya diri; menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara; serta berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.
Berdasar pengalaman di lapangan terdapat beberapa problem pembelajaran di sekolah, antara lain: 1) ekspresi estetika masih belum dianggap penting oleh sebagian masyarakat maupun sekolah itu sendiri, pengintegrasian pendidikan karakter masih dipandang sebagai mata pelajaran wajib; 2) Guru-guru SMP terbawa arus oleh persepsi yang salah terhadap hasil pendidikan, sehingga menganggap bahwa siswa yang berhasil adalah siswa yang serba tahu tentang materi, pandai mengerjakan soal, pandai menghafal pasal, pandai menjawab skala sikap dan seterusnya. Pada hal tujuan utama mata pelajaran ini sebenarnya adalah pembentukan sikap mental siswa sebagai warga negara yang baik. Dengan sendirinya model pembelajaran yang diterapkan sekarang ini jelas menjadi tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang sebenarnya tersebut. 3) lingkup kompetensi yang harus dicapai cukup banyak yang meliputi: ideologi negara, konstitusi negara, peraturan peundang-undangan, dan kebijakan pemerintah, sementara alokasi waktu sangat terbatas yaitu 36 jam per minggu; 4) terbatasnya kemampuan guru untuk menyampaikan ke empat bidang tersebut. Kondisi ini di perparah dengan banyaknya guru mata pelajaran yang bukan berlatar belakang pendidikan guru sehingga terjadi miskonsepsi tentang pendidikan ekspresi estetika; 5) selama ini pendidikan karakter masih belum banyak diperhatikan, baik dalam aspek pengintegrasian dalam proses belajar mengajar, media dan bahan ajar maupun bentuk penilaiannya. Kondisi ini berdampak guru-guru tidak memiliki rujukan dalam pembelajaran ekspresi estetika; 6) Terbatasnya kemampuan guru untuk mampu memberdayakan potensi lingkungan budaya dan potensi sekolah untuk mendukungpembelajaran ekspresi estetika. Padahal setiap daerah memiliki potensi budaya dan kesenian yang sangat kaya ragam sebagai media pembelajaran. Berangkat dari berbagai kondisi di atas, mendesak dilakukan pengembangan model pembelajaran ekspresi estetika yang berbasis budaya bangsa sebagai acuan bagi guru di sekolah.
Nilai-Nilai Karakter untuk SMP
Ada banyak nilai (80 butir) yang dapat dikembangkan pada peserta didik. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Oleh karena itu perlu dipilih nilai-nilai tertentu sebagai nilai utama yang penanamannya diprioritaskan. Untuk tingkat SMP, nilai-nilai utama tersebut disarikandaributir-butir SKL, yaitu: (1) Kereligiusan: Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.(2) Kejujuran; Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. (3) Kecerdasan: Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. (4) Ketangguhan: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. (5) Kedemokratisan: Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. (6) Kepedulian: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki penyimpangan dan kerusakan (manusia, alam, dan tatanan) di sekitar dirinya. (7) Bertanggung jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME. (8) Bergaya hidup sehat: Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
Selain itu, nilai-nilai berikut, juga harus ditanamkan pada diri peserta didik. (9) Kedisiplinan: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. (10) Kerja keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. (12) Percaya diri: Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. (13) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. (14) Kemandirian: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. (15) Keingintahuan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. (16) Cinta ilmu: Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
Nilai Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain pun tidak kalah pentingnya. Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. Pun anak harus Patuh pada aturan-aturan sosial: Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
Masih terkait dengan penghargaan terhadap orang lain, harus ditanamkan pula sikap Menghargai karya dan prestasi orang lain: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain; nilai Kesantunan: Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang; dan Menghargai keberagaman: Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
Nasionalisme: Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
Berjiwa kepemimpinan: Kemampuan untuk dapat mengarahkan dan mengajak individu atau kelompok mencapai tujuan dengan berpegang pada asas-asas kepemimpinan yang berbudaya. Tidak cukup bisa memimpin, seseorang harus pula berorientasi pada tindakan: Kemampuan untuk mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata. Kemudian, setelah berani bertindak, seseorang hendaknya harus berani mengambil risiko: Kesiapan menerima risiko (akibat) yang mungkintimbuldaritindakan yang dilakukan.
Di antara butir-buti rnilai tersebut di atas, enam butir dipilih sebagainilai-nilai pokok sebagai pangkal tolak pengembangan, yaitu: Kereligiusan, Kejujuran, Kecerdasan, Ketangguhan, Kedemokratisan, Kepedulian. Keenam butir nilai tersebut ditanamkan melalui semua mata pelajaran dengan intensitas penanaman lebih dibandingkan penanaman nilai-nilai lainnya.
Pemetaan Nilai-nilai Karakter untuk Integrasi dalam Mata Pelajaran
Apabila semua nilai tersebut di atas harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada setiap mata pelajaran, penanaman nilai menjadi sangat berat. Oleh karena itu perlu dipilih sejumlah nilai utama sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya pada setiap mata pelajaran. Dengan kata lain, tidak setiap mata pelajaran diberi integrasi semua butir nilai tetapi beberapa nilai utama saja walaupun tidak berarti bahwa nilai-nilai yang lain tersebut tidak diperkenankan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran tersebut. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai utama tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Tabel 1.1 menyajikan contoh distribusi nilai-nilai pokok dan utama ke dalam semua mata pelajaran.
Tabel 1.1 Distribusi Nilai-Nilai Pokok dan Utama
ke dalam Semua Mata Pelajaran
Mata Pelajaran | Nilai Utama |
Pendidikan Agama | Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, santun, kedisiplinan, bertanggung jawab, cinta ilmu, keingintahuan, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan sosial, bergaya hidup sehat, kesadaran akan hak dan kewajiban, kerja keras |
PKn | Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, nasionalis, patuh pada aturan sosial, menghargai keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain |
Bahasa Indonesia | Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, kedemokratisan, berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, keinginan tahuan, kesantunan, nasionalis |
Matematika | Religius,kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kerja keras, keingintahuan, kemandirian, percayadiri |
IPS | Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berorientasi pada tindakan, kerja keras, berani mengambil risiko, berjiwa kepemimpinan |
IPA | Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, bergaya hidup sehat, kepercaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, kemandirian, bertanggung jawab, cinta ilmu |
Bahasa Inggris | Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, menghargai keberagaman, kesantunan, percaya diri, kemandirian, bekerjasama, patuh pada aturan sosial |
Seni Budaya | Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain, keingintahuan, kedisiplinan |
Penjasorkes | Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, bergaya hidup sehat, kerja keras, kedisiplinan, percaya diri, kemandirian, menghargai karya dan prestasi orang lain |
TIK/Keterampilan | Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kemandiri an, bertanggung jawab, dan menghargai karya orang lain |
Religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, menghargai keberagaman, menghargai karya orang lain, nasionalis |
Sebagaimana kata-kata bijak “didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya”, dengan demikian seorang anak harus kita siapkan sesuai perkembangan budaya, informasi dan teknologi. Oleh karena itu, dalam mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran tidak dibenarkan mengekang ekspresi inovatif para remaja awal dalam hal ini siswa SMP, yang mempunyai kecenderungan menirukan apa yang mereka tonton atau idolakan. Ini karena siswa SMP lebih menyukai budaya kontemporer dibandingkan dengan budaya tradisional.
0 komentar:
Posting Komentar