Oleh Dra. NUR AINIYAH. MM, *)
Tanggal 9 Desember diperingati sebagai Hari Anti Korupsi di Indonesia. Masyarakat serta media di Indonesia mendengungkan perang terhadap korupsi yang telah merugikan negara dan menyengsarakan hidup rakyat.
Pemerintah, melihat betapa berbahanya korupsi, melakukan beberapa cara untuk menanggulangi korupsi. Secara represif, pemerintah membentuk badan yang disebut sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Badan ini diberi wewenang untuk melakukan tindakan kepada para pelaku korupsi. Secara preventif, melalui dunia pendidikan, pemerintah menyusun kurikulum khusus tentang pendidikan antikorupsi. Materi pembelajaran tentang antikorupsi ini akan di berlakukan mulai tahun ajaran 2012 dengan tujuan untuk memutus mata rantai budaya korupsi sedini mungkin.
Pendidikan Antikorupsi
Pendidikan antikorupsi akan diajarkan sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Materi pembelajaran tentang pendidikan antikorupsi ini tidak hanya untuk peserta didik, tetapi juga guru dan kepala sekolah. Pelajarannya diintegrasikan dengan pendidikan karakter di sekolah. Hal ini telah disepakati Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) .
Mendikbud, Muhammad Nuh, menjelaskan bahwa kesepakatan itu bertujuan menjadikan pendidikan motor pencegahan korupsi melalui proses pembudayaan sejak dini. Program tersebut merupakan gebrakan besar dunia pendidikan Indonesia. Dengan mengintegrasikan materi pembelajaran dengan pendidikan karakter diharapkan berhasil dalam membentuk pribadi yang berintegritas serta berkarakter untuk tidak melakukan korupsi.
Pendidikan karakter antikorupsi sangat tepat dijalankan untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia yang berkeadilan. Praktik korupsi telah mempertinggi ketidakadilan. Rakyat sebagai pembayar pajak tidak memperoleh umpan balik yang menyejahterakan karena tindak korupsi.
Selama ini, pendidikan nasional terjebak dalam permainan kekuasaan dan ekonomi sehingga arahnya tidak jelas. Terbukti, mereka yang menjadi tersangka dan terdakwa dalam berbagai kasus korupsi merupakan kaum elite berdasi. Dengan semakin banyaknya lulusan perguruan tinggi, negeri ini bukannya tambah maju, malah menjadi lahan korupsi dan lonceng kematian demokratisasi semakin nyaring berbunyi. Lembaga pendidikan menjadi pencetak koruptor paling prestisius.
Korupsi kaum berdasi memang telah membawa kematian bangsa. Kerusakan bangsa Indonesia disebabkan korupsi sudah hampir sempurna (Ma'arif, 2005). Franz Magnis-Suseno pun pernah mengungkapkan bahwa Indonesia tinggal menunggu waktu tergelincir dan masuk jurang. Sungguh kasihan sekali generasi muda apabila hal ini benar-benar terjadi di negara Indonesia tercinta ini. Masihkah ada harapan perbaikan? Sepertinya Indonesia kini hidup di alam feodalisme para koruptor.
Pendidikan Karakter
Pembangunan karakter merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, dilatarbelakangi realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini. Contohnya disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila, bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Karakter Bangsa 2010-2025).
Pembentukan karakter yang sesuai dengan budaya bangsa ini tidak semata-mata dilakukan di lingkungan lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan di luar lingkungan sekolah. Pembentukan karakter juga dilakukan melalui kegiatan pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan seperti religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung jawab, dan sebagainya. Melalui pembiasaan, bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, tetapi juga mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat.
Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu sekolah memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui pengembangan budaya sekolah.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Satuan pendidikan selama ini telah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional yang merupakan nilai prakondisi antara lain taqwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Penerapan Pendidikan Karakter Dalam Memberantas Korupsi
Setelah disepakati Kemendikbud dengan KPK, tentu butuh perencanaan dan aturan pelaksanaannya dalam penerapan nantinya. Bagaimana penerapannya di sekolah? Itu membutuhkan komitmen bersama pihak yang berkepentingan dan juga pemegang otoritas sekolah. Langkah selanjutnya adalah aksi nyata dalam memberantas korupsi. Aksi nyata itu bisa berupa kerja sama dengan lembaga peradilan yang berwenang menyeret para koruptor atau lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada kebijakan pemberantasan korupsi. Semakin banyak warga yang menghadang gerak koruptor, tentu buahnya lebih positif. Dengan kolaborasi dalam pembelajaran tersebut, peserta didik akan melihat secara riil kenyataan korupsi di Indonesia dan diharapkan akan mengembalikan moralitas pendidikan.
Yang tak kalah penting adalah mendorong arus baru lintas sektoral pendidikan. Dalam arti, perlu upaya di berbagai lembaga pendidikan pusat maupun daerah dalam menentang tindak korupsi. Gelombang arus baru tersebut akan menjadi arus utama nilai kemanusiaan di masa depan. Dengan menjadi arus utama baru, pendidikan antikorupsi bukan sekadar wacana, melainkan juga sebuah gerakan yang memang sangat diperhitungkan untuk kelangsungan masa depan bangsa.
Pembiasaan yang baik di rumah juga sangat penting untuk dilakukan, misalnya kejujuran dan keterbukaan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan kepada anak dengan tetap memantau apa yang mereka lakukan. Misalnya, anak dipercaya untuk mengelola uang saku mingguan. Mereka dilatih untuk terbuka dalam pengelolaan keuangan mereka sendiri. Kejujuran juga sangat tampak ketika pada minggu berjalan mereka bisa jujur terhadap orang tua tentang kondisi keuangan mereka.
Di lingkup sekolah, ketidakjujuran juga tampak selama mengerjakan soal ujian yang jelas merupakan penanaman perilaku korup. Para guru tentu juga dituntut sebagai figur panutan bagi peserta didik, untuk dapat memberikan contoh nyata dalam perbuatannya sehari-hari di kelas ataupun di luar sekolah. Selalu jujur dan bertanggung jawab dalam menyampaikan pembelajaran, ataupun penilaian hasil belajar peserta didik.
Sebagai warga negara tentu juga menuntut kepada para pemimpin negeri ini untuk menunjukkan contoh teladan yang dapat sebagai panutan generasi muda. Pemimpin bangsa yang amanah, yang juga negarawan, yang selalu mementingkan kepentingan seluruh negeri. Jangan malah dibalik, bahwa rakyat yang harus selalu mengikuti kehendak pemimpin. Pemimpin menghendaki ada upeti khusus dari rakyat dan rakyat harus mengindahkannya, kalau ingin pelayanannya dapat terpenuhi dengan baik oleh sang pemimpin negara adalah milik seluruh warga bangsa, yang diatur dalam UUD 1945, bukan milik mereka perseorangan atau golongan tertentu.
Pendidikan antikorupsi sangatlah tepat bila diterapkan di sekolah sebagai suatu pembudayaan. Hal ini dapat menjadi konsep dan implementasi pendidikan karakter dalam membentuk pribadi yang berintegritas dalam lingkungan dunia pendidikan. Pendidikan antikorupsi yang membudaya diharapkan dapat memutus mata rantai korupsi.
*) Dra. NUR AINIYAH. MM, adalah Guru SMK Negeri 1 Surabaya
0 komentar:
Posting Komentar