Oleh EKO HADI PRASETIYONO *)
Hari ini, kejujuran menjadi barang mahal di negeri yang konon katanya dibangun dengan landasan pancasila. Pancasila, yang di dalamnya tercantum nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Sungguh ironis, jika yang dijadikan landasan adalah nilai Ketuhanan, namun nilai kejujuran tidak dipegang. Berbagai fenomena yang menyesatkan dada terjadi di negeri ini, sama sekali tidak mencerminkan nilai Ketuhanan, termasuk di dalamnya jauh dari dari nilai kejujuran. Sungguh, bangsa ini telah kehilangan karakter luhurnya.
Berita tentang perilaku oknum anggota DPR yang melakukan tindak korupsi maupun tingkah polah mereka yang tampak seperti tak berpendidikan, sering menghiasi media massa, baik media cetak maupun elektronik. Perilaku oknum yang konon merupakan wakil rakyat yang terhormat tersebut sedikit banyak mencerminkan perilaku bangsa ini.
Mungkinkah perilaku mereka merupakan petanda mulai runtuhnya nilai-nilai kejujuran dan kedisiplinan di negara kita? Menjawab pertanyaan ini tidaklah mudah. Namun bisa dilihat latar belakang kejadian tersebut secara menyeluruh, Salah satu hal yang kita bisa runtut ke belakang adalah apa motif mereka bertindak seperti itu. Salah satu faktor terbesar adalah biaya untuk mendongkrak citra diri mereka, yaitu kampanye. Ya, kampanye inilah tempat mereka mempromosikan diri. Sebagai ajang promosi, tentu mereka, para calon itu, perlu mempresentasikan diri bahwa mereka-lah yang paling patut dipilih. Kampanye baik yang tertutup maupun yang terbuka tentu mengeluarkan cost yang tidak sedikit. Belum lagi pengeluaran untuk pembuatan leaflet, spanduk maupun baliho tentu juga ada tim sukses di balik semua itu.
Sebagian dari mereka (baca: anggota DPR) mempunyai anggapan bahwa cost yang tinggi harus bisa diupayakan untuk segera “kembali” . Namun cara mereka untuk mendapatkan ganti biaya tersebut menggunakan cara yang tidak lazim. . Mereka menggunakan ‘kesempatan dalam kesempitan’ yaitu dengan cara melakukan kegiatan yang melawan hukum yaitu, korupsi secara halus.
Perilaku sebagian dari mereka pun sangat memuakkan. Konon mereka terpelajar, mempunyai pendidikan yang tinggi, namun tingkah polah mereka ketika tidak setuju atau sesuai dengan pendapatnya, mereka bisa seperti orang yang tidak berpendidikan. Bahkan Gus Dur pernah menjuluki tingkah mereka seperti taman anak-anak.
Perilaku mereka tidak jauh berbeda dengan situasi yang terjadi pada siswa. Meski sudah diajari untuk selalu bersikap jujur dan disiplin, masih ada saja siswa yang mengabaikan nilai-nilai kejujuran dan kedisiplinan. Meski dalam visi sekolah misalnya “Beriman berprestasi dan berbudi pekerti luhur” sudah diusahakan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, masih saja ditemui siswa yang mempunyai budi pekerti yang kurang baik.
Kurang baiknya budi pekerti itu bisa dilihat dari tidak sedikit siswa yang masih berbuat curang saat mereka melakukan ulangan harian, try out bahkan ujian sekolah. Kecurangan itu merupakan bentuk ketidakjujuran dan sekaligus ketidakdisiplinan. Meski sudah diberitahu atau dibacakan tata tertib ulangan harian, tengah semester maupun akhir semester bahkan pada ujian sekolah tata tertib itu dijadikan satu dengan soal ujian siswa tetap saja melakukan kecurangan. Contoh dari perbuatan curang tersebut misalnya; siswa melirik dan mencontoh hasil pekerjaan teman. Ada pula siswa yang membawa catatan sangat kecil yang sudah dipersiapkan dari rumah. Ada pula siswa, walaupun sudah diperiksa oleh pengawas, masih bisa menyelipkan Hp-nya ketika masuk ke dalam kelas.
Ada dua alasan yang cukup menarik untuk diperhatikan ketika siswa tertangkap saat melakukan kecurangan. Siswa tersebut ternyata takut untuk mendapatkan nilai yang jelek atau di bawah kriteria ketuntasan minimal. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak siap menghadapi ulangan atau ujian. Alasan yang kedua mereka tidak percaya diri dengan kemampuan diri sendiri. Sedangkan bagi mereka yang membantu teman dengan memberitahu jawaban, salah satu alasannya karena kasihan dengan teman yang tidak bisa menjawab. Sedangkan alasan yang kedua karena merasa terancam bila tidak mau membantu memberi jawaban soal.
Adapun upaya sekolah dalam rangka peningkatan sikap dan perilaku jujur serta disiplin adalah dengan melaksanakan kegiatan yang mengarahkan kepada kejujuran dan kedisiplinan. SMA Negeri 1 Pare, misalnya, mulai tahun pelajaran 2011/2012 mencanangkan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Penggalakan pendidikan karakter bangsa dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas melalui UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.”
Pembentukan karakter bagi siswa SMA Negeri 1 Pare dilakukan melalui integrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah.
Pengembangan diri di SMA Negeri 1 Pare adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi UPTD SMA Negeri 1 Pare. Kegiatan pengembangan diri di UPTD SMA Negeri 1 Pare dilaksanakan melalui kegiatan bimbingan konseling dan ekstrakurikuler. (Kurikulum SMA Negeri 1 Pare 2011-2012 hal 65)
Di sekolah diadakan kegiatan sesuai dengan minat dan kemampuan atau ekstrakurikuler Pramuka. Pramuka diwajibkan bagi setiap siswa kelas X dan XI. Pramuka dipilih karena di dalam kegiatan ini menekankan pada pembentukan karakter yang sesuai dengan budaya bangsa. Di dalamnya diajarkan kejujuran, keadilan, kedisiplinan serta rasa ingin tahu. Sedangkan untuk menanamkan nilai kedisiplinan, pihak sekolah bekerja sama dengan kepolisian untuk membentuk tim Patroli Keamanan Sekolah (PKS). Berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diberikan kepada siswa pada dasarnya sudah menerapkan sikap jujur, disiplin serta berbudi pekerti luhur lainnya.
Pun setiap pagi, lima belas menit sebelum pelajaran dimulai, diadakan ceramah keagamaan. Pesan moral lewat ceramah ini dimaksudkan meningkatkan kesadaran siswa akan pentingnya norma sosial dan keagamaan. Kejujuran dan kedisiplinan tentu selalu diupayakan untuk bisa diterapkan dalam kehidupan.
Di samping itu di dalam menerapkan pendidikan karakter di Kabupaten Kediri mengadakan muatan lokal Mata Pelajaran Budi Pekerti. Sebagaimana diketahui bahwa budi pekerti generasi muda saat ini sudah mulai meninggalkan budi pekerti baik yang sudah dimiliki bangsa ini. Penurunan kualitas budi pekerti ini disadari oleh pemerintah. Oleh karena itu pemerintah mengadakan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Pare tidak diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri, tetapi dilakukan dengan cara: terintegrasi dalam pembelajaran semua mata pelajaran, melalui kegiatan pengembangan diri, dan budaya sekolah, serta didukung oleh kegiatan keseharian di rumah .
|
KEGIATAN
KESEHARIAN DI RUMAH
|
|
Integrasi ke dalam layanan konseling dan kegiatan ektrakurikuler misalnya Rohis, PMR, Olahraga, KIR, dsb.
|
Integrasi ke dalam pembelajaran setiap mapel
|
Pembiasaan dalam kehidupan keseharian di sekolah
|
Penerapan pembiasaan kehidupan keseharian di rumah yang sama dengan di sekolah
|
PENGEMBANGAN
DIRI
|
BUDAYA SEKOLAH:
|
PEMBE-LAJARAN
|
Diagram Pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Pare
Pendidikan karakter bukan hanya menjadi tanggungjawab guru mata pelajaran Agama atau Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pada kegiatan pembelajaran, pengembangan nilai-nilai karakter dapat dilaksanakan terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Khusus untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan PKn, karena misi kedua mata pelajaran ini adalah mengembangkan nilai dan sikap maka pengembangan nilai-nilai karakter harus menjadi fokus utama, sehingga nilai-nilai karakter harus menjadi dampak pembelajaran dan juga dampak pengiring. Sementara itu untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama yang khusus, maka nilai-nilai karakter tetap wajib dikembangkan kepada peserta didik sebagai dampak pengiring.
Sekalipun upaya untuk menegakkan pilar kejujuran dan kedisiplinan telah dilakukan, hasil upaya ini tidak serta merta dapat dilihat dan dinikmati secara langsung. Semua membutuhkan proses. Semoga upaya ini mendapat dukungan dari semua lapisan masyarakat, sehingga generasi yang akan datang bisa membuat Indonesia semakin gemilang di semua bidang. Dengan mengimplemantasikan pendidikan karakter, sesungguhnya kita telah berupaya dan berbuat untuk generasi yang lebih baik, generasi yang diharapkan dapat membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat dan berdaulat.
*) SMA Negeri 1 Pare Kabupaten Kediri
0 komentar:
Posting Komentar