Oleh AGHNIA HANINDITA CINDY FATHIKAH*)
Berdiri dengan lama itu melelahkan. Ditambah lagi dengan berpanas-panasan yang menambah buruknya suasana. Apalagi kalau berdiri dan berpanas-panasan itu ‘hanya’ untuk upacara. Jika hanya melihat acara berpanas-panas, bisa jadi upacara rutin di sekolah memang masuk dalam daftar acara yang tidak disukai.
Sebenarnya ada nilai luhur saat mengikuti upacara. Upacara salah satu perwujudan cinta tanah air serta menghargai kemerdekaan Indonesia yang paling sederhana. Namun, di kalangan para siswa bahkan masyarakat, upacara merupakan hal yang membosankan dan dianggap kurang penting.
Di salah satu SMA di Kota Malang, setiap Senin banyak siswa yang tidak bersemangat untuk upacara dan ada juga yang mencari alasan seperti berpura-pura sakit agar tidak upacara. Walaupun upacara hanya berlangsung beberapa belas menit saja namun tetap saja mereka bermalas-malasan, sibuk sendiri, berbicara dengan teman sehingga tidak mengikuti jalannya upacara. Dan mungkin juga tidak mengetahui acara puncak dari upacara tersebut yaitu penghormatan kepada bendera.
Hal itu menunjukkan rendahnya sikap cinta tanah air dan menghargai kemerdekaan dalam bentuk yang paling sederhana. Peserta upacara mungkin sudah lupa bahwa untuk mendapat sebuah kemerdekaan hampir 67 tahun yang lalu itu sungguh tidak mudah.
Mengingat ulang kejadian sekitar 67 tahun yang lalu itu sangatlah mengharukan. Bisa dibayangkan bahwa rakyat Indonesia saat itu hanya menggunakan sebuah bambu runcing dan segala senjata seadanya untuk melawan para penjajah yang menggunakan senjata api. Sebelum menyerang saja sudah pasti rakyat Indonesia di masa itu tertembak mati oleh para penjajah.
Pada masa itu pula juga terjadi banyak konflik dan perdebatan antarpemuda dan sesepuh bangsa Indonesia yang semakin mempersulit terjadinya kemerdekaan. Masing-masing punya alasan kuat untuk menentukan saat yang tepat untuk merdeka.
Untuk mengibarkan bendera setinggi-tingginya menghabiskan ribuan nyawa rakyat bangsa Indonesia. Para pahlawan pun rela berkorban bahkan rela mati hanya untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dari penjajah yang silih berganti hingga akhirnya kemerdekaan diraih.
Namun perjuangan saat itu belumlah selesai. Setelah terjadinya proklamasi kemerdekaan pun juga masih ada penjajah yang datang. Perjuangan pun terus dilakukan untuk merebut kembali kemerdekaan negara Indonesia hingga terbentuklah negara Indonesia yang utuh seperti sekarang.
Namun, setelah perjuangan yang begitu beratnya oleh para pahlawan justru kurang dihargai oleh siswa. Tidak sedikit siswa sekarang yang tidak hafal isi Pancasila. Padahal Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi pedoman kehidupan masyarakat. Selain itu penghormatan kepada sang Merah Putih pun jarang dilakukan oleh siswa. Melakukan upacara saja bermalas-malasan. Para siswa cenderung terpaksa dalam melakukan upacara.
Akan tetapi, tidak seluruhnya siswa berperilaku negatif terhadap kebangsaan, masih ada sisi positifnya. Terbukti ketika dibukanya pendaftaran Paskibraka (pasukan pengibar bendera tingkat kota) yang ada di Kota Malang, ratusan siswa SMA sederajat berbaris untuk mengikuti seleksi tersebut walaupn dilaksanakan pagi-pagi sekali. Itu menunjukkan salah satu bukti bahwa masih banyak juga siswa yang menghargai kebangsaan dan kemerdekaan.
Hal tersebut juga menunjukkan tingginya rasa nasionalisme yang dimiliki para siswa walaupun belum optimal. Dengan adanya seleksi Paskibraka tersebut siswa menunjukkan kecintaannya terhadap bangsa. Peserta rela untuk menunggu seleksi yang cukup lama dan berjuang mengalahkan saingan yang jumlahnya lebih dari 200 siswa. Padahal hasil seleksi tersebut hanya diambil 80 siswa. Setelah seleksi pun mereka juga masih berjuang dan berlatih keras dengan penuh semangat.
Tidak hanya diseleksi fisik, untuk saringan dari seleksi tersebut juga dinilai dari luasnya pengetahuan. Jadi untuk acara peringatan proklamasi yang sangat penting ini benar-benar dicari siswa yang terbaik dan memiliki semangat kebangsaan yang tinggi. Para anggota Paskibraka juga diajari membagi waktu antara berlatih dan sekolah. Di dalam diri mereka juga dikembangkan rasa nasionalisme yang tinggi setelah penanaman rasa nasionalisme dasar dari sekolah maupun paskibra tingkat sekolah.
Jarang ada siswa yang mau mengikuti kegiatan ini. Maklum, aktivitas penggodokan paskibra memang berat seperti berpanas-panasan di bawah terik matahari yang panas, berlari mengitari jalanan yang jauh, pemanasan fisik, dan sebagainya hanya untuk mengibarkan Sang Merah Putih di tiang tertinggi.
Hal tersebut menunjukkan semangat kebangsaan dan nasionalisme yang dimiliki para siswa tersebut tinggi serta memiliki kebersamaan dan kekompakan yang besar. Namun, itu bukan berarti siswa yang tidak seperti itu tidak memiliki rasa nasionalisme. Mereka memiliki nasionalisme yang kurang dan kurangnya rasa menghargai terhadap kemerdekaan. Untuk mengatasi kurangnya rasa cinta tanah air dan menghargai kemerdekaan bisa ditanamkan melalui hal-hal kecil seperti upacara.
Selain itu, hal yang mungkin dapat dilakukan untuk menanamkan jiwa nasionalisme pada siswa dengan cara memberi pelajaran seperti pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) dan memberikan pengarahan atau motivasi-motivasi yang berhubungan dengan kebangsaan Indonesia.
*)SMAN 1 Malang
0 komentar:
Posting Komentar