Mewujudkan Indonesia Lahir Kembali

Sabtu, 28 April 2012

Share this history on :
Oleh ARIS SETIAWAN *)

Nilai-nilai kebangsaan serta nasionalisme di kalangan masyarakat saat sekarang mulai menipis. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang melupakan Pancasila, menelantarkan Bhinneka Tunggal Ika, mengubah UUD 1945, bahkan tidak peduli atas keutuhan NKRI. 
Tidak bisa dimungkiri bahwa banyak orang yang lebih bangga jika mendapat pengakuan dari luar negeri. Orang bangga bisa bernyanyi lagu asing, membuat film dengan aktor atau aktris luar negeri, atau belajar di luar negeri dan mendapatkan ijazah dari universitas ternama di luar negeri. Diyakini pengakuan semacam ini membuat status sosial meningkat. Tanpa disadari, sedikit demi sedikit sikap seperti itu membuat orang kehilangan rasa nasionalisme dan rasa kebangsaan Indonesia.
Diperlukan terobosan untuk menjaga dan meningkatkan rasa nasionalisme. Ada beberapa ide yang dapat membantu mewujudkan “Indonesia lahir kembali” yaitu dengan sosialisasi lewat media cetak dan elektronik terkait dengan kebanggaan menjadi orang Indonesia, menerapkan kedisiplinan dan kepedulian dalam kehidupan, serta memberi contoh perilaku yang baik.
Kecenderungan untuk merasa lebih bangga dengan semua yang datang dari luar negeri sering membuat orang lupa bahwa sebenarnya Indonesia juga kaya raya. Kekayaan alam dan sumber daya manusia di negeri ini berlimpah. Akan tetapi, kebanggaan untuk hidup dengan meniru gaya asing membuat generasi muda memandang sebelah mata terhadap lingkungan sekitarnya, Contoh paling sederhana adalah kegandrungan terhadap lagu dan film asing, segala macam budaya asing, bahkan gaya hidup dari negeri lain yang ‘ditawarkan’ dari media cetak dan media elektronik memengaruhi pola hidup generasi muda.
Melihat hal-hal negatif itu, harus ada yang segera dilakukan untuk mengembalikan rasa kebangsaan dan nasionalisme di kalangan generasi muda yakni sosialisasi tiada henti lewat media cetak maupun media elektronik. Dalam hal ini, seluruh departemen yang berkaitan harus ikut andil dalam mempropagandakan serta menyiarkan pentingnya rasa nasionalisme. Media seharusnya senantiasa mengadakan kegiatan inovatif dan kreatif berkelanjutan untuk generasi muda seperti menyelenggarakan lomba menulis esai atau lomba cipta dan baca puisi dengan tema “napak tilas jejak langkah perjuangan kemerdekaan Indonesia”. Kegiatan ini dipublikasikan secara luas dari Sabang sampai Merauke dan menjadi agenda tahunan yang bergengsi. Kegiatan ini pasti akan mendorong generasi muda lebih tahu sejarah dan pahlawan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya, generasi muda akan kembali menghormati dan menghargai pahlawan-pahlawan kemerdekaan dan melanjutkan perjuangan menjadikan NKRI adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Semua stasiun televisi wajib menyiarkan kegiatan-kegiatan kepahlawanan atau tampilan slogan-slogan kebangsaan atau lagu-lagu kebangsaan di setiap periode waktu tertentu pada setiap programnya. 
Industri pertelevisian hendaknya mengadakan kompetisi pembuatan film indie atau film dokumenter dengan durasi tertentu dengan tema rasa kebangsaan dan nasionalisme tentang Indonesia yang “lahir kembali”. Hasil terbaik dari film-film iyu akan ditayangkan serentak di semua stasiun televisi. Pelibatan pelajar di seluruh Indonesia dengan menonton film-film kebangsaan tersebut hukumnya wajib yang difasilitasi oleh guru PKn dan IPS baik dari tingkat SD sampai SMA. Diskusi bisa dilakukan setelah melihat tayangan film tersebut atau bahkan di sekolah ada kompetisi debat atau sejenisnya setelah menonton tayangan film itu. Kegiatan ini harus difasilitasi oleh pemerintah.
Di sisi lain, media yang harus mendapat perhatian lebih adalah internet. Untuk mendukung program peningkatan rasa nasionalisme, penyedia layanan internet wajib menampilkan “teks berjalan” berupa slogan atau kata-kata motivasi untuk meningkatkan dan mempertebal rasa kebangsaan dan nasionalisme serta bangga menjadi warga Indonesia.
Disiplin dan kepedulian merupakan komponen yang perlu mendapatkan porsi lebih. Situasi negara yang kurang kondusif di bidang hukum dan ekonomi penyumbangkan terbesar penyebab tingkat disiplin dan kepedulian di masyarakat kian pudar dan luntur. Disiplin berlalu-lintas salah satu contohnya. Berapa banyak korban kecelakaan yang menjadi korban karena tidak disiplin berlalu-lintas seperti menelepon sambil berkendara, menerobos lampu merah, menerobos perlintasan kereta api, muatan yang melebihi beban yang telah ditentukan, dan masih banyak lagi.
Sekolah merupakan tempat yang strategis untuk membangun dan menggalakkan kedisiplinan dan kepedulian. Penerapan kedisiplinan di sekolah dibangun dengan berbagai kegiatan seperti disiplin masuk kelas. Disiplin masuk kelas tidak hanya berlaku bagi siswa namun bagi setiap warga sekolah termasuk guru. Kedisiplinan bisa diawali dengan berbaris di depan kelas dipandu oleh guru yang mempunyai jam mengajar pertama. Sambil berjabat tangan dengan guru siswa masuk kelas satu per satu secara bergiliran. Kedekatan antara guru dan siswa tampak di sini.
Yang juga dapat dimulai adalah disiplin beribadah. Tanpa dikomando setiap warga sekolah sudah sadar akan pentingnya menghargai waktu dengan menjalankan ibadah salat berjemaah bagi yang beragama Islam. Kerukunan akan tampak, kebersamaan terlihat indah. Kedisiplinan yang lain bisa diterapkan melalui kegiatan kesiswaan antara lain kegiatan Pramuka, OSIS, LDKS, maupun PMR.
Yang tidak kalah penting adalah disiplin mengikuti upacara. Khidmat mengikuti upacara bendera merupakan salah satu indikator yang terlihat jelas apakah kedisiplinan warga sekolah sudah terbangun atau belum. Pada waktu pengibaran bendera merah putih akan tampak juga apakah warga sekolah benar-benar menghargai dan menghormati jasa para pahlawan yang telah secara sukarela mengorbankan harta, keluarga, tenaga, bahkan darah dan nyawanya untuk merebut kembali bendera merah putih.
Kepedulian yang bisa diterapkan di sekolah selain kegiatan kesiswaan yang sudah terprogram seperti kegiatan baksos, pembagian zakat fitrah, pembagian daging korban adalah kepedulian terhadap diri sendiri dan lingkungan. Tidak banyak warga sekolah yang peduli terhadap diri sendiri seperti sarapan pagi sebelum berangkat sekolah, membeli makanan dan minum yang sehat dan higienis dan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Sedangkan kepedulian terhadap lingkungan bisa terlihat dan menjadi kebiasaan ketika warga sekolah menggalakkan penghijauan sekolah dan merawatnya, membuang sampah pada tempatnya, mematikan lampu dan air ketika tidak dibutuhkan. Semua itu bisa diawali melalui pembiasaan baik terprogram maupun spontan.
Cara lain yang paling menentukan adalah pemberian teladan perilaku yang baik. Semua gagasan di atas tidak ada maknanya manakala tidak dibarengi oleh contoh konkret di lapangan. Salah satu pesan Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara, “ing ngarso sung tuladha” merupakan kunci utama akan keberhasilan semua aspek kehidupan termasuk membangun kembali rasa kebangsaan dan rasa nasionalisme generasi muda harapan bangsa. Di sekolah, guru merupakan figur utama yang senantiasa bertemu, bergaul, bersenda gurau, dan terpantau di setiap gerak tingkah polanya. Untuk itu guru wajib menjadi figur teladan yang baik tidak hanya di hadapan siswa, tetapi juga di setiap sudut perilakunya.
Jangan menunggu orang lain berubah. Perubahan harus dimulai dari disi sendiri karena semua ide itu tidak akan bermakna dan hanya menjadi slogan. Lebih baik mengubah diri melalui lingkungan terkecil yaitu keluarga, sekolah, dan menuju masyarakat.  Mari awali dari hal yang paling kecil yang bisa dilakukan untuk mewujudkan Indonesia lahir kembali.

*)  Aris Setiawan, guru SMP Negeri 1 Sidoarjo
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 komentar:

Posting Komentar